Senin, 23 Januari 2017

Taubat Adalah Jendela


Kalam Habib Ahmad bin Zein Al-Habsyi
Benar, manusia adalah makhluk yang lemah. Mereka mudah ditaklukkan hasrat dan ambisi. Apalagi kala keduanya menggelegak dengan dahsyatnya. Tanpa kendali yang stabil, manusia bakal melesat, menerjang dosa-dosa yang bertabur kenikmatan yang ambigu itu.
Untunglah seorang mukmin dibekali iman. Dengan itu ia kuasa membendung nafsunya. Iman adalah perisai. Memang, tidak semua imannya kukuh. Banyak yang rapuh dan rentan kala di dera godaan-godaan. Sesekali mereka terperosok ke dalam lembah nista nan gelap gulita itu. Saat itulah Allah SWT memperkenankan sebuah solusi: taubat.
“Taubat adalah kembali, dari jalan yang jauh menuju yang dekat,” begitulah Imam Ahmad bin Zein al-Habsyi memberikan makna. ” Jalan jauh itu adalah maksiat, dosa-dosa, serta perbuatan yang merenggangkan manusia dari Allah SWT. Barangsiapa kembali kepada Allah SWT dan menapaki jalan dekat-Nya dengan ikhlas, maka dialah insan bertaubat.”
Berkenaan dengan tingkatan taubat, Habib Ahmad mengurai, “Taubat takkan mungkin wujud tanpa melewati proses ilmu, iman dan yakin. Perbuatan dosa adalah laku yang menghempaskan manusia dari dekapan-Nya. Hakikatnya, dosa itu sungguh berbahaya bagi seorang mukmin-di dunia maupun akhirat.”
“Tahapan taubat berikutnya adalah penyesalan. Orang yang bertaubat mesti menyesali maksiat-maksiat yang lampau. Dilepaskannya dosa-dosa yang membelenggu dirinya itu dan bertekad tak bakal mengulanginya di waktu mendatang. Ia sadar, dosa-dosa itu hanya akan menjauhkannya dari Yang Mahasuci, dan mendepak dirinya dari pintu maaf-Nya. Inilah taubat yang nyata, yang berpijak pada keinsyafan yang ikhlas. Tidak semua taubat itu ikhlas. Namun perlu dipahami, taubat adalah langkah pertama bagi mereka yang hendak menempuh perjalanan makrifat kepada-Nya, menyelami zat dan sifat-sifat-Nya, asma-asma-Nya, serta gelar-gelar-Nya yang agung.”
“Taubat adalah pangkal cinta kepada Allah SWT. Taubat adalah jendela untuk mengintip keelokan ihwal-Nya, dalam arti sebatas kemampuan seseorang dalam makrifat. Sejatinya, tiada yang mengenal Allah SWT lebih dari diri-Nya. Tak seorang pun kuasa menjelajahi bentangan jalan-Nya kecuali mereka yang dibelenggu rasa cinta pada-Nya. Karena itulah, Dia SWT mencintai manusia-manusia yang bertaubat.”
TAUBAT NASUHA
Begitu luas definisi taubat. Para pemilik makrifat menempatkan taubat sebagai bahasan pertama dalam karya-karya mereka. Bagi mereka taubat adalah gerbang utama. Dari situlah segala kebaikan beranjak. Taubat sendiri memiliki ragam. Dan taubat yang sempurna adalah taubat nasuha. Habib Ahmad mengutarakan lebih lanjut,
“Taubat nasuha adalah taubat yang seutuhnya, ikhlas. Allah SWT berfirman,yang artinya : “Hai orang-orang yang beriman, bertaubatlah kepada Allah dengan taubatan nasuhaa (taubat yang semurni-murninya). Mudah-mudahan Rabbmu akan menutupi kesalahan-kesalahanmu dan memasukkanmu ke dalam jannah yang mengalir di bawahnya sungai-sungai”
“Taubat nasuha adalah taubat yang bebas dari duri-duri yang melintang, serta jernih dari noda-noda yang mengotori. Allah SWT berfirman,
ان الله يحب التوابين ويحب المتطهرين
“Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri”
“Mukmin yang bertaubat adalah mukmin yang kembali. Tawwab artinya orang yang sering kembali kepada Allah SWT-setelah menjauh, juga kembali kepada manusia dengan maaf yang luas. Untuk itulah dalam salah satu hadis, Rasulullah SAW mengisyaratkan, “Allah SWT mencintai orang yang didera cobaan (dosa) namun lekas-lekas bertaubat.”
“Tergolong taubat yang nasuha bila seseorang bertaubat lalu ia berteguh pada taubatnya itu-sampai akhir umurnya. Dalam benaknya tak terlintas lagi hasrat-hasrat untuk mengulangi perbuatan dosanya. Ia kemudian memacu sisa umurnya untuk menambal segenap kekurangan. Akan tetapi tidak bisa dipungkiri, dalam kodratnya sebagai manusia, nafsunya akan senantiasa membisikkan maksiat-maksiat padanya. Hal ini masih ditolerir, selama ia tak terbawa bisikan itu. Begitu pula manakala ia tercebur dalam dosa-dosa yang tak terencanakan, bila ia segera melepaskan diri dan mencela dirinya atas perbuatan itu.”
“Dalam sebuah hadis marfu’, Imam Ali karramallahu wajhah pernah bertutur, “Manusia pilihan di antara kamu adalah ia yang terkena deraan dosa namun bersedia taubat.” Akan tetapi manusia yang lalai dari Allah SWT atau yang pernah berbuat dosa pasti merasakan ganjaran. Minimal, kenikmatan munajatnya berkurang, dan ia termaktub dalam catatan orang-orang yang berbuat dosa.”
“Insan yang dikarunia kepekaan hati, perasaan takut dan takwa, akan senantiasa dipenuhi harapan baik. Ia selalu berpihak pada kebaikan. Dan Yang Maha Suci melapangkan jalannya meraih kebaikan itu.”
“Sekali lagi, taubat adalah pijakan pertama bagi siapa saja yang meniti jalan-Nya. Taubat merupakan modal awal bagi orang-orang yang beroleh kesuksesan, kunci teguhnya mereka yang memegang Islam, dan penyebab terpilihnya seorang wali.”
“Mengertilah, taubat adalah langkah awal bagi mereka yang hendak mengarungi keridhaan-Nya. Kebanyakan maqam-maqam mulia terkategorikan ke dalam taubat yang absah. Seperti maqam sabar dan mujahadah. Barangsiapa bertaubat, berarti ia bersyukur, takut, berharap dan cinta. Taubat adalah inti takwa. Namun ada satu hal yang mesti dicamkan baik-baik. Taubat takkan wujud tanpa keikhlasan dan kesungguhan.”
Pernahkah kita merasa perlu bertaubat? Dari kesalahan, dari kelancungan kita kepada Pencipta dan ciptaan-ciptaan-Nya? Berat mengatakan ya.

sumber: forsansalaf.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar