Senin, 20 Februari 2017

Mimpi Yang Bebuah Kemanangan

Dalam satu majlis, Habib Ali bin Muhammad al-Habsyi pernah mengisahkan salah satu karomah Syekh Abul Hasan as-Syadzili sebagai berikut:
Suatu ketika Syekh Abul Hasan pergi berlayar bersama beberapa orang pengikutnya dengan menggunakan perahu layar kecil. Sesampainya di laut Merah yang membelah benua Asia dan Afrika, tiba-tiba angin berhenti berhembus. Akibatnya perahu yang mereka naiki tidak bisa berlayar selama empat hingga lima hari.
Kemudian, pada suatu malam, Syekh Abul Hasan tertidur sebentar dan bermimpi berjumpa baginda Nabi SAW. Beliau memberi kabar gembira kepasa Syekh Abul Hasan dan mengajarkan lafal-lafal doa. Begitu bangun dari tidur, Syekh Abul Hasan langsung mengambil air wudhu dan membaca doa-doa yang diajarkan baginda Nabi SAW. Seusai membaca doa-doa itu, air bertiup dan mengantarkan perahu ke tujuan. Lafal-lafal itu kemudian beliau tulis serta beliau ajarkan kepada murid-muridnya, dan belakangan dikenal dengan nama Hizbul Bahar.
Selain dikenal alim dan ahli beribadah, Syekh Abul Hasan as-Syadzili adalah pejuang yang gagah berani. Tatkala negeri mesir dikepung tentara perancis di bawah komando Raja Louis dalam rangkaian Perang Salib, Syekh Abul Hasan tak hanya diam berpangku tangan saja. Beliau bergegas pergi ke kota al-Manshuroh Mesir untuk bergabung dengan para pejuang muslim di sana. Berikut penuturan Syekh Abul Hasan ihwal jihadnya itu:
Saat itu aku berada di al-Manshuroh. Pada malam 9 Dzulhijjah aku tidur dengan perasaan masyghulmemikirkan keadaan muslimin yang dikepung musuh. Aku berdoa kepada Allah SWT, mengadukan kesulitan yang dihadapi sultan dan umat islam. Pada akhir malam aku bermimpi melihat sebuah kemah di langit yang tinggi. Kemah itu luas sekali dan ada cahaya yang memancar di atasnya. Para penghuni langit berdesakan memasukinya, demikian pula para penduduk bumi.
“Kemah siapa ini?” tanyaku.
“Kemah Rasulullah.” Jawab mereka.
Aku segera menuju kemah itu dengan perasaan senang tak terperi. Sampai di pintu kemah, aku bertemu dengan sekelompok ulama dan orang-orang shaleh. Jumlahnya sekitar tujuh puluh orang. Di antara mereka ada yang aku kenal, yakni Syekh Izzuddin bin Abdus Salam.
Aku inginmendekat untuk menghadap Rasulullah, akan tetapi aku merasa segan dengan Syekh Izzuddin bin Abdus Salam. Menurutku tidak baik mendahului ulama dan pemimpin umat. Saat Syekh Izzuddin maju mendekati Rasulullah, semua orang di sana ikut maju. Aku melihat Rasulullah memberi isyarat agar mereka duduk di kanan dan kiri. Aku maju dengan air mata berlinang. Perasaan sedih dan bahagia bercampur-aduk di hatiku. Bahagia karena secara nasab aku bersambung kepada Rasulullah, dan sedih mengingat keadaan kamu muslimin yang sedang dikepung musuh.
Ketika aku berada di hadapan Rasulullah, beliau mengulurkan tangan dan menggenggam tanganku. Beliau bersabda, “Jangan kau risaukan masalah pengepungan ini. Tugasmu adalah memberi nasihat penguasa. Namun apabila mereka dikuasai pemimpin zalim, apa boleh dikata?”
Kemudian Rasulullah menyatukan kelima jarinya yang kanan ke tangan yang kiri, seolah merenggangkan tangannya. Beliau kemudian kembali bersabda, “Apabila mereka dikuasai orang yang bertakwa, maka sesungguhnya Allah adalah pelindung orang yang bertakwa.”
Setelah itu beliau membentangkan tangan kanan dan kirinya seraya bersabda, “Adapun menyangkut kaum muslimin, cukupla bagimu Allah, Rasul-Nya dan kaum mukmin. Barang siapa menjadikan Allah , Rasul-Nya dan orang beriman sebagai penolongnya, amak sesungguhnya pengikut (agama) Allah itulah yang pasti menang.”
Rasulullah meneruskan sabdanya, “Untu Sang Sultan, rahmat Allah akan terbentang. Begitupun pertolongan para wali-Nya. Berilah nasihat kepada hamba-hamba Allah yang mukmin. Nasihati pula Sang Sultan. Kirimi surat dan menyangkut musuh yang zalimkatakan, “Dan bersabarlah kamu, sesungguhnya janji Allah itu benar. Sekali-kali janganlah orang-orang yang tidak meyakini (ayat-ayat Allah) itu menggelisahkanmu.”
Saat bangun tidur, diriku diliputi keyakinan bahwa kami akan menang. Benar saja. Allah memberi kemenangan kepada kaum muslimin. Raja Louis beserta sejumlah tentaranya ditawan. Para penyair mengabadikan momen kemenangn bersejarah ini dalm puisi-puisi mereka.


Sumber: Majalah Cahaya Nabawiy/ edisi no. 141


Tidak ada komentar:

Posting Komentar