Assalamualaikum Gus Ajir,Jadi gini gus. Sudah menjadi tradisi di masjid tempat saya setiap habis Adzan (sebelum iqomah) biasanya diisi dengan shalawatan atau doa yang dikemas dengan “puji-pujian”. Tetapi akhir-akhir ini ada beberapa orang “tokoh” mempermasahkan dengan alasan itu tidak pernah dicontohkan di zaman Nabi. Dan mereka menganggap berdoa atau dzikir dengan keras itu dilarang oleh Al-Quran (AL-A’rof 205)… mohon penjelasan nya.. (Abdullah Badawi Bandung, pertanyaan serupa dari Khodijah di Kebumen)…
Waalaikum salam…
Masya ALLOH, sungguh pertanyaan yang supeeer sekali (niru dikit sama om MT). Karena mungkin saja ini menjadi pertanyaan banyak orang di luar sana.
Ada dua point yang saya pahami dari pertanyaan ini. Bolehkah pujian sebelum shalat? Dan Bolehkah Dzikr dengan suara keras? Yuk kita bahas satu persatu..
Mengenai Pujian Setelah Adzan..
Memang waktu antara adzan dan iqomah itu adalah waktu yang paling afdhol untuk berdoa, Dalam sebuah hadits Rasul menerangkan:
عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم : (لاَ يُرَدُّ الدُّعَاءُ بَيْنَ الأَذَانِ وَالإِقَامَةِ)
“Diriwayatkan dari Anas bin Malik bahwa Rasulullah bersabda: “Doa tidak akan ditolak diantara adzan dan iqamah” (HR Abu Dawud, sanadnya sahih).
Oleh karena itu setelah adzan kita disunnahkan untuk memperbanyak doa. Nah selain doa setelah adzan kita juga sangat dianjurkan untuk memperbanyak shalawat kepada Nabi. Imam Muslim yang ahli hadits itu menerangkan bahwa Rasulullah Saw bersabda:
إِذَا سَمِعْتُمُ الْمُؤَذِّنَ فَقُولُوا مِثْلَ مَا يَقُولُ ثُمَّ صَلُّوا عَلَىَّ فَإِنَّهُ مَنْ صَلَّى عَلَىَّ صَلاَةً صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ بِهَا عَشْرًا
“Jika kalian mendengan muadzin, maka jawabla seperti yang diucapkan oleh muadzin. Lalu bersalawatlah kepadaku. Sebab, barangsiapa bersalawat satu kali kepadaku, maka Allah merahmatinya sebanyak sepuluhkali” (HR Muslim)
Persoalan pujian yang dikeraskan, jawaban Hasan bin Tsabit adalah dalil paling jelas dalam hal ini.
عَنْ سَعِيدِ بْنِ الْمُسَيِّبِ قَالَ مَرَّ عُمَرُ بِحَسَّانَ بْنِ ثَابِتٍ وَهُوَ يُنْشِدُ فِى الْمَسْجِدِ فَلَحَظَ إِلَيْهِ فَقَالَ قَدْ أَنْشَدْتُ وَفِيهِ مَنْ هُوَ خَيْرٌ مِنْكَ ثُمَّ الْتَفَتَ إِلَى أَبِى هُرَيْرَةَ فَقَالَ أَسَمِعْتَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ : أَجِبْ عَنِّى اللَّهُمَّ أَيِّدْهُ بِرُوحِ الْقُدُسِ. قَالَ اللَّهُمَّ نَعَمْ. رواه أبو دادو والنسائي
Dari Sa’id bin Musayyab ia berkata bahwa Umar bin Khaththab pernah berjalan melewati Hassan yang sedang melantunkan sya’ir di Masjid. Lalu Umar menegurnya dengan pandangan mata. Tetapi Hassan berkata; “Dulu saya pernah melantunkan syair di Masjid ini, yang ketika itu ada seseorang yang lebih mulia daripadamu yaitu (Rasulullah).” Kemudian Hassan menoleh kepada Abu Hurairah seraya berkata; “Saya bersumpah kepadamu dengan nama Allah hai Abu Hurairah, pernahkah kamu mendengar Rasulullah berkata kepada saya, Hai Hassan, balaslah sya’ir orang-orang kafir untuk membelaku! Ya Allah ya Tuhanku, dukunglah Hassan dengan Ruhul Kudus” Abu Hurairah menjawab; “Ya, Saya pernah mendengarnya.” (HR. Abu Dawud dan Nasa’i)
Nah berdasarkan hadits-hadits di atas beberapa ulama berfatwa di antaranya:
Syaikh Amin al-Kurdi di dalam Tanwirul Qulub menegaskan,
وَأَمَّا الصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ عَلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَقِبَ اْلأَذَانِ فَقَدْ صَرَّحَ اْلأَشْيَاخُ بِسُنِّيَّتِهِمَا, وَلاَ يَشُكُّ مُسْلِمٌ فِيْ أَنَّهُمَا مِنْ أَكْبَرِ الْعِبَادَاتِ, وَالْجَهْرُ بِهِمَا وَكَوْنُهُمَا عَلَى مَنَارَةٍ لاَ يُخْرِجُهُمَا عَنِ السُّنِّيَّةِ.
“Adapun membaca shalawat dan salam atas Nabi SAW setelah adzan (puji-pujian) para masyayikh menjelaskan bahwa hal itu hukumnya sunat. Dan seorang muslim tidak ragu bahwa membaca shalawat dan salam itu termasuk salah satu cabang ibadah yang sangat besar. Adapun membacanya dengan suara keras dan di atas menara itu pun tidak menyebabkan keluar dari hukum sunah”
Begitu juga seorang ulama tersohor bernama Syekh Sulaiman Al-Jamal menyatakan dalam kitab Hasyiah Jamal:
أَفْتَى شَيْخُنَا الشَّوْبَرِيُّ حِينَ سُئِلَ عَمَّا يَفْعَلُ مِنْ الصَّلَاةِ وَالسَّلَامِ عَلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَبْلَ الْإِقَامَةِ هَلْ هُوَ سُنَّةٌ أَوْ بِدْعَةٌ بِأَنَّهُ سُنَّةٌ ثُمَّ رَأَيْت ذَلِكَ مَنْقُولًا عَنْ جَمَاعَاتٍ مِنْ مُحَقِّقِي الْعُلَمَاءِ(حاشية الجمل –ج 3 / ص 147)
“Syaikh Syaubari berfatwa ketika ditanya tentang bacaan salawat kepada Nabi Saw sebelum iqamah, apakah sunah atau bid’ah? Beliau menjawab sunah. Hal itu dikutip dari banyak ulama (Hasyiah al-Jamal, 3/147)
Pujian setelah adzan adalah suatu amaliah yang sangat jelas dalilnya. Dan harus diakui sangat besar manfaat dari tradisi pujian setelah adzan dalam pendidikan dan pembelajaran bagi masyarakat. Berapa banyak anak yang menghafal 20 sifat wajib Allah karena mereka mendengar dari suara pujian yang dilantunkan setelah dikumandangkan adzan. Dan juga doa dan nasehat lainnya yang berbentuk syair dari para ulama, yang merupakan tuntunan dalam menjalani kehidupan.
Maka sangat aneh jika segelintir “tokoh” yang anti toleransi dengan membawakan dalil general kemudian menentang, membuat kerancuan ditengah masyarakat. Tindakan memaksakan kehendak inilah yang menyebabkan tidak terwujudnya ukhuwah islamiyah hingga kini.
Mari kita lestarikan kembali pujian setelah adzan sebagai salah satu bentuk menghidupkan sunah dan pembelajaran yang tepat sasaran untuk masyarakat.
Mengenai penjelasan larangan berdoa atau dzikir yang mereka dalihkan dengan Al-Quran (AL-A’rof 205) sudah kami tuntas dan bisa di cek di Aplikasi kami. Silakan buka di google playstore : Inspirasi Islam
Semoga bermanfaat..
sumber: inspirasiislam.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar